Suasana begitu gerah terasa, desiran kipas tak kurasakan walaupun dia menari dengan indah di atas langit-langit ruangan. Ya, begitulah ngaji pasaran di dalam ruangan Al-Ikhwan dengan santri yang begitu banyaknya ingin bertatap muka dengan guru kami K.Musthofa Aqil pada pasaran Ramadhan tahun ini.
Hampir setengah kitab Irsyadul Ibad yang di baca oleh beliau, malam ini memasuki bab riba. Apa yang terlintas dalam fikiran kalian ketika mendengar tentang riba?. Mungkin dalam angan-angan kalian lewatlah semua instansi yang sudah hangat di muka umum “bunga bank”, atau mungkin seorang depkolektor beserta bodyguardnya dengan raut wajah yang sinis memandang kepada manusia-manusia yang meminta kemurahan hatinya untuk menyalurkan dananya untuk biaya berobat si bungsu yang sedang sakit?.
Semua fikiran itu di tangkis seketika ketika kami para santri mendengarkan penjelasan dari beliau Kyai Musthofa Aqil .
“BAB AR-RIBA” sekarang kita akan memasuki bab tentang riba. Kalian tau tentang riba? Tanya beliau. Kami terdiam, namun diam kami menimbulkan tanda tanya yang besar. Mungkin ada sebagian orang yang mampu menangkap apa yang beliau jelaskan, namun tak sedikit pula yang acuh tak acuh bahkan tak mengerti apa maksudnya riba.
Riba itu haram. Apasih riba? riba itu “woh kang rie ning jaba” (buah yang durinya di laur). Jadi, duren itu haram, jadi nangka juga haram!.
Kami serentak tersenyum mendengarkan penuturan beliau yang sungguh tidak masuk akal, tapi membuat
kami sedikit menghiraukan panasnya ruangan.
Ya bukan seperti itu juga. Lanjut beliau menerangkan kitab Irsyadul Ibad hingga larut malam.
Beliau pernah memberi tawaran, kitab Irsyadul Ibadyang begitu tebalnya ingin di hatamkan atau tidak dalam pasaran bulan Ramadhan kali ini?. Jangan Khawatir dua hari juga hatam, tapi ya jangan tanya membacanya seperti apa?. Ungkap beliau. Tapi kami memilih untuk faham dari pada hatam. Insyaallah. (Lutfi)