Pondok Pesantren ini didirikan oleh almarhum almaghfurlah KH. Harun Soleh bin KH. Abdul Jalil bin Kiai Murdan, salah seorang kiai sepuh yang mempunyai garis keturunan dari daerah Pekalongan, Jawa Tengah.
Kempek adalah nama sebuah desa yang terletak pada-6º41,698º LS dan 108º25,302º BT. Yang berada kira-kira 12 km ke arah barat dari pusat kota Cirebon. Sekitar 2 km dari perempatan Palimanan (dari arah selatan) dan 1,2 km dari pintu tol Tegalkarang (dari arah tol Cipali).
Sejak tahun 2004, desa Kempek masuk dalam wilayah pemekaran Kecamatan Gempol bersama 14 desa lainnya.
Di sanalah pada tahun 1908 berdiri sebuah pesantren yang oleh pendirinya, seorang ulama besar yang bernama Mbah Kyai Harun yang merupakan salah satu putra dari Mbah Kyai Abdul Jalil yang bertempat tinggal di Kedongdong dan berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah dengan nama asli Kyai Mardan, diberi nama Pondok Pesantren Kempek (sesuai dengan nama asli desanya, tanpa embel-embel nama lain).
Ketika menetap di Kedongdong, Mbah Kyai Abdul Jalil menikah dengan seorang perempuan dari daerah Sunda yang dikenal dengan sebutan Nyai Kamali. Dari hubungan pernikahan ini lahirlah putra-putri beliau yang ‘alim-‘allamah, diantaranya Kyai Kamali, Nyai Aisyah dan Kyai Harun.
Mbah Kyai Harun ditinggal wafat ayahandanya ketika masih remaja.Ibundanyalah yang menghidupi dan membiayai pendidikan beliau dalam keadaan seadanya (masyaqoh).
Sejarah Ponpes Kempek Cirebon
Diceritakan suatu ketika Mbah Harun sedang mondok di daerah Indramayu ,beliau kehabisan bekal. Dengan berjalan kaki dari Indramayu ke Kedongdong, dalam keadaan lelah dan lapar, beliau menemui sang ibunda, didapatinya beliau sedang mencuci sedikit beras.
Melihat kondisi putranya, sang ibunda akhirnya membagi beras yang dipegangnya untuk bekal pendidikan sang anak, karena hanya itulah harta yang dimilikinya saat itu. Dengan membawa sedikit bekal itulah, Harun remaja kembali ke pesantren dengan rasa qona’ah dan sabar.
Mbah Kyai Harun mempunyai 5 (lima) orang guru yang masyhur, diantaranya:
- Kyai Yusuf (Gus Yusuf) di Indramayu yang berasal dari Demak. Menurut riwayat beliau adalah seorang waliyulloh dan ahli ma’rifat. Karya monumental beliau adalah Kitab Shorof Khas Kempek (terjamah kitab “Matan At-Tashrif atau Al Kailany” dengan ciri khas tersendiri).
- Kyai Murtadlo dari Pekalongan yang merupakan guru masa kecil beliau.
- Kyai ‘Ubaidah dari Tegal yang merupakan seorang ulama ahli Tauhid.
Mbah Kyai Harun dikenal dengan dua nama, yaitu nama Harun, sebagai nama asli beliau pemberian orang tua dan Sholeh sebagai nama resmi haji beliau. Setelah pulang dari ibadah haji, beliau selalu menuliskan nama Sholeh di setiap koleksi kitab-kitabnya.
Mbah Harun menikah dengan dua istri, yaitu Nyai Mutimmah dan Nyai Ummi Laila.
Dari dua orang istri tersebut lahirlah putra-putri beliau yang ‘alim-‘allamah yang pada perkembangannya kelak menjadi penerus Pondok Pesantren Kempek sampai dewasa ini.
Dari pernikahan beliau dengan Nyai Mutimmah dianugrahi 5 orang putra-putri, yaitu:
- Nyai Hj. Umamah
- KH. Umar Sholeh
- Abdul Haq (meninggal semasa kecil)
- Nyai Rubai’ah
- Nyai Sukainah
Sedangkan dari pernikahan beliau dengan Nyai Ummi Laila dikarunia 10 orang keturunan, yaitu:
- KH. Yusuf Harun
- Nyai Tsuwaibah
- Nyai Zaenab
- Nyai Rohmah
- Nyai Zubaedah
- Nyai Hj. Mu’minah
- Atikah (meninggal semasa kecil)
- Utsman (meninggal semasa kecil)
- Nyai Hj. Afifah
- Kyai Hasan Harun
Setelah 33 tahun beliau mengabdikan diri di pesantren Kempek dengan membangun pesantren sampai mampu berkembang dengan pesat, tepatnya pada usia 57 tahun, Mbah Harun wafat karena sakit pernafasan (ashtma bronchitis) pada tanggal 23 Maret 1935 M. (tahun wawu menurut kalender Jawa).
Beliau meninggalkan beberapa anak yang masih yatim, yaitu : Nyai Mu’minah, Nyai ‘Afifah dan Hasan.
Karena ke’aliman dan kemasyhuran beliau, tidak kurang dari 2.000 orang mengantarkan kepergian beliau ke tempat peristirahatan terakhir di Maqbaroh Keluarga Kempek sebagai wujud rasa bela sungkawa dan penghormatan serta kehilangan atas seorang ulama besar masa itu.
Kepemimpinan pondok pesantren Kempek kemudian diserahkan secara estafet kepada putra-putra dan menantu-menantu beliau, yaitu:
- KH. Yusuf Harun (putra)
- KH. Umar Sholeh (putra)
- KH. Manshur Zubair, Losari
- KH. Zuhdi llyas, Surakarta
- K. Muslim Mukhtar, Tegal
- KH. Nashir Abu Bakar, Tegal
- KH. Ma’shum Siroj, Gedongan
- KH. ‘Aqil Siroj, Gedongan
- KH. Anwar, Plered
- KH. Abdulloh Sabrori, Galagamba
- Kyai Hasan Harun (putra)
Diantara mereka yang paling akhir wafat adalah KH. Umar Sholeh. Beliau wafat pada tanggal 22 Maret 1999 M./04 Dzulhijjah 1419 H dalam usia + 85 tahun.
Setelah KH. Umar meninggal dunia pondok pesantren dilanjutkan oleh putra semata wayangnya yakni Romo K.H. Muhammad Nawawi beserta keluarga besarnya.
Sarana dan Prasarana
Adapun asrama atau tempat yang digunakan santri untuk bermalam (tidur) yaitu terdiri dari 34 asrama. Bermula kebijakan Kiai Umar yang memberi kebebasan kepada wali santri yang membangun asrama untuk anak-anak mereka di atas tanah wakaf pondok pesantren.
Asrama tersebut diberi nama sesuai dengan nama daerah dan dihuni sesuai dengan daerah asal. Meskipun demikian ada sebagian asal daerah tidak dijadikan nama asrama. Dan dana maintance masing-masing asrama ditanggung mandiri oleh masing-masing asrama.
Sehingga masing-masing asrama mengolah sendiri seluruh perlengkapan yang terdapat diasrama tanpa adanya campur tangan pesantren kecuali yang masih berhubungan dengan fasilitas umum seperti masjid, kamar mandi yang sudah disediakan.
Dengan adanya pemisahan tersebut sehingga masing-masing asrama memilki kebijakan tergantung pada kebijakan yang sudah dibuat oleh ketua asrama bersama dengan anggota stafnya tetapi juga tidak menyalahi aturan pesantren yang ada.
Adapun nama-nama asramanya yaitu, Srengseng, Assalaf, Johor, An-Nur, Jati Sawit, Kapetakan, Al-Fadhol, Bondan, Terisi, Jati Barang, Lajer, Bangun Sari, Lungbenda, Indrajati, Kertasemaya, al-Wustho, Losari, al-Faridoh, Az-Ziyadah, Babadan, Krangkeng, Segeran, Surodadi, Si Kancil, Kedokan, Al-Islah, Indra Suci, Nurul Khola, Darun Naum, Al-Hidayah, Dadap, Jamblang, dan Darul Futuh.
Dari sebanyak 34 asrama tersebut tersebar sebanyak ± 700 santriyang datang dari berbagai daerah.
Selain itu pula terdapat masjid, tempat belajar (lajnah), kamar mandi, balong, ruang sekolah, kantor lajnah.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman serta adanya kewajiban WAJAR (wajib belajar ) sembilan tahun yang ditetapkan bagi seluruh warga negara maka pesantren mulai menggagas pendirian lembaga pendidikan menengah pertama pada tahun 2012, diinsiasi oleh Nyai Hj. Afwah Mumtazah, K. Ahmad Chakim Hisyam, K. Ahfasy Al-Faizy Harun, Ayip Hasan Ustman dan disetujui oleh pengasuh Pondok Pesantren Kempek yaitu KH. Muhammad Nawawi dibawah naungan Yayasan Nahdhatul Umam.
Menyusul dua tahun berikutnya tepatnya pada tahun 2015 Yayasan Nahdhatul Umam mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Aliyah (MA). Kemudian pada tahun 2017 mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Dengan demikian lengkaplah sudah lembaga pendidikan Formal Pondok Pesantren Kempek dimulai dari RA, MI, MTs, MA dan SMK.
Karena lembaga sekolah Nahdhatul Umam (NU) lahir dari pesantren, maka pada tahun 2013 didirikan Yayasan Ma'had Islami Kempeki dengan badan hukum No. AHU-4011.AH.01.04 Tahun 2013 sebagai bentuk penguatan lembaga resmi keagamaan agar dapat bersinergi dengan unit-unit pendidikan dibawahnya.
Oleh : Winda Nurul Alfiana
Sumber :
- Pondok pesantren Kempek, El-Dzikr Nibros al-Madani, Tegal:Rizquna, 2010.
- Wawancara dengan Ust.Hanif Abdillah selaku ketua pondok periode 2019-2010 pada tanggal 16 April 2019