“Mari Meluaskan Hati Kita”
Pagi itu seorang anak dengan wajah kusut berjalan tak terarah di pinggir danau. Bertemulah ia dengan seorang kake tua yang bijaksana.
Terjadilah dialog diantara keduanya. Anak muda itu menumpahkan seluruh penderitaan batinnya kepada sang kake. Sementara kake tua itupun mendengarkannya dengan penuh seksama.
Ketika sang anak muda sudah menuntaskan semua ceritanya itu, bergegaslah sang kake ke dalam rumah , lalu ia muncul kembali dengan menggenggam garam.
“Nak. Coba kamu masukkan garam ini ke dalam air gelas itu, aduk dan kemudian cicipilah,” pinta sang kakek.
“Bagaimana rasanya?”kake itu bertanya kembali.
“ Asin sekali, juga pahit,” jawab anak muda.
“sekarang bergegaslah kamu ke danau yang ada di belakangmu itu. Tuangkan segelas airmu yang asin itu sana. Lalu aduklah danau itu dan rasakan.”
“Bagaimana rasanya?”
“Segar,” sahut anak muda itu.
“Apakah kamu rasa asin garam di dalam air laut itu?” tanya kake lagi.
“Tidak,” jawab si anak muda.
“Anak muda, dengarlah baik-baik kata-kataku ini. Pahit getirnya kehidupan layaknya segenggam garam tadi. Tak lebih juga tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu sama dan memang akan tetap sama.
Tapi, kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita miliki. Kalau hati kita sekecil gelas tadi, maka pahit getir kehidupan itu akan terasa menyiksa. Namun jika hati kita seluas samudera, maka kegetiran dan rasa asin itu tidak lagi mampu merusak suasana batin kita.
Jadi Anakku, ketika engkau merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu jalan yang bisa kamu lakukan, yakni lapangkanlah dadamu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
[Penulis: Abdul BaQi ]
DI CUPLIK DARI NOVEL “CATATAN
MOTIVASI SEORANG SANTRI”
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY,dk (LAODE KAMALUDDIN, A.MUJIB EL) SHIRAZY, MONIF Y.RASULALLAH