Malam ke dua Ramadan penulis mengikuti pengajian pasaran di Pondok Pesantren Kempek. Saat itu kitab yang dikaji ialah kitab Fiqh Hikayah yang di terangkan oleh Kiai Ghufroni Masyhuda. Kitab ini cukup menarik karena membahas tentang cabang ilmu fiqh namun dalam bentuk yang berbeda. Yaitu dengan hikayah atau cerita yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Ada satu kutipan menarik dalam pembukaan kitab ini yaitu “Banyak orang yang menganggap Ilmu Fiqh itu mudah. Padahal kenyataannya cabang ilmu ini sangat luas penjelasannya. Sebaliknya, Ilmu Nahwu dianggap cabang ilmu yang sangat rumit. Padalah tidak, ilmu nahwu itu mudah”
Jujur saja, penulis awalnya tidak setuju terhadap statement tersebut. Karena saat masih ngaji, memang susah sekali untuk memahami ilmu nahwu. Namun setelah mendengarkan penjelasan dari Kiai Ghurfon kutipan tersebut memang benar.
Kiai Ghufron menjelaskan bahwa Ilmu Nahwu itu ilmu pasti, bab istisna’, istighol, tamyiz, tanazzu’ memang seperti itu jika suatu kalimat huruf ahirnya itu dibaca nashob ya harus dibaca nashob tidak boleh tidak. Berbeda dengan cabang ilmu fiqh yang banyak sekali pro dan kontra.
Contohnya seperti pendapatnya Imam Ahmad bin Hanban dan Imam Syafi’i. Walaupun kedua ulama tersebut adalah murid dan guru, namun pendapat mereka banyak yang bertentangan.
Setelah pembukaan yang memukau tentang kitab Fiqh Hikayah ini, mulailah masuk pada inti cerita.
Klarifikasi Imam Syafii terhadap komentar pedas Putri Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal atau lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal As-Syaibany memiliki putri yang shalihah. Ia sering menceritakan tentang keutamaan, ketakwaan, kezuhudan dan seluruh kebaikan Imam Syafi’i. Tentu saja, karena Imam Imam Syafi’i adalah guru Imam Ahmad bin Hambal.
Suatu hari Imam Syafii bertamu ke rumah Imam Ahmad. Imam Ahmad menyiapkan kamar dan hidangan khusus untuk gurunya itu. Selepas shalat Isya, Imam Syafi’i diajak untuk makan malam bersama. Imam Syafii makan dengan lahap hidangan yang disediakan oleh Imam Ahmad tadi. Setelah selesai mereka berbincang-bincang sebentar dan Imam Syafi’i masuk ke kamar yang telah disediakan untuk beristirahat.
Waktu subuh pun datang. Imam Syafi’i bangun dan beliau langsung menuju masjid bersama Imam Ahmad untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah.
Ternyata Imam Syafi’i mendapat perhatian lebih dari putri Imam Hanbal, ia selalu memperhatikan gerak-gerik yang dilakukan oleh guru ayahnya tersebut. Wajar saja, ayahnya selalu menceritakan kebaikan dan keutamaan dari Imam Syafi’i dan membuatnya memiliki ekspektasi yang tinggi kepada guru ayahnya itu.
Namun ekspektasinya terhadap Imam Syafii itu tidak sesuai dengan realita. Ia bercerita tentang 3 hal yang mengganjal hatinya kepad Imam Ahmad.
Pertama, Imam Syafii makan banyak sekali. Kedua, setelah selesai makan ia langsung ke kamar untuk merebahkan badan dan tidur dan ternyata Imam Syafii tidak melakukan shalat malam. Dan yang terakhir setelah bangun beliau melakukan shalat subuh tanpa berwudhu terlebih dahulu.
Imam Ahmad tak mau berprasangka buruk atas cerita yang disampaikan oleh putrinya tersebut. Kemudia Imam Ahmad menemui Imam Syafi’i untuk meminta penjelasan mengenai 3 hal yang mengganjal dalam hati putrinya.
Setelah mendengarkan penjelasan mengenai 3 hal tadi, Imam Syafi’i tersenyum kemudian mengklarifikasi 3 hal itu.
Imam Syafi'i menjelaskan tentang perihal ia yang makan banyak. Namun itu semua mempunyai alasan. Imam Syafi’i mengetahui bahwa makanan yang dihidangkan oleh Imam Ahmad adalah makanan yang halal dan mengakui bahwa Imam Ahmad adalah orang yang dermawan. Dan makanan yang halal itu bisa menjadi obat dan berkah. Sedangkan makanan yang bakhil malah menjadi penyakit. Oleh karena itu Imam Syafii makan dengan lahap karena untuk obat.
Mengenai Imam Syafi'i yang langsung tidur, ia mengaku bahwa setelah ia merebahkan tubuhnya, seakan-akan dihadapannya adalah Al-Qur’an dan dan sunnah Rasulullah SAW. Semalam suntuk Imam Syafi'i tidak bisa tidur dan menemukan solusi dari 72 masalah fiqh untuk umat muslim.
Yang terakhir tentang Imam Syafii yang langsung shalat subuh tanpa berwudhu lagi karena ia tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Karena masih memiliki wudhu, maka Imam Syafii melaksanakan shalat subuh dengan wudhu shalat Isya.
Pada zaman dimana persebaran informasi sangat cepat, kita harus pintar memilah dan memilih berita yang didapatkan. Jangan mudah percaya terhadap sesuatu tanpa tahu kebedarannya. Sama halnya seperti putri Imam Ahmad tadi yang melihat sesuatu dari luarnya saja. Ibarat kata "Saring sebelum Sharing".
Setelah mendengar alasan-alasan yang disampaikan Imam Syafi'i yang cukup beralasan, semua bisa diterima. Itulah yang membedakan orang berilmu dan tidak. Setiap sesuatu yang dilakukan pasti mempunyai dasar.
Sumber :
- Mustofa At-Tamani, Musa. 2019.
- Fiqh Hikayah
- Kediri:Maktabah Ad-Dihan.
- Kajian Ramadan Pondok Pesantren Kempek 1442 H, oleh K. Ghufroni Masyhuda.
Kempek,
#kajianulama