
Coba anda bayangkan ketika suatu hari anda mendapatkan
hadiah dari seseorang sebuah sepeda. Namun, sepeda tersebut adalah sepedah tua
yang rantainya sudah aus, dengan setir kendali yang alot (Susah)
ditambah tempat duduk yang tak mampu di ajak kompromi, sedangkan anda sendiri
belum mahir dalam mengendarai sepeda?.
Setiap hari anda berlatih menaiki sepedah tersebut, namun
tak jarang anda terjatuh bahkan hampir menabrak pagar rumah tetangga. Dengan
gigih anda tetap berusaha agar dapat menaklukan sepedah tua tersebut. Hari demi
hari, minggu berganti minggu, hingga bulan beralih dengan perlahan, sekarang
anda mampu mengendarai sepeda tua tersebut bak seorang profesional. Tak di
sangka, keesokan harinya anda menerima kiriman paket berupa sepeda gunung
keluaran terbaru yang sangat bagus tanpa ada kecacatan yang ada. Kemudian
apakah anda kesulitan menggunakannya?, tentu tidak.
Begitu pula belajar di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, disamping mengaji Shorof Kempek, Asymawi Kempek, Dahlan, Kholid Kempek hingga Fathul Qorib. Para santri setiap hari dituntut untuk melafalkan setiap makhrorijul huruf dengan sempurna,
ketika semua makhorijul huruf tersebut belum anda kuasai jangan harap anda
beralih kepada tahap selanjutnya.
Santri Kempek dilatih mulai dari awal mengenal tentang
huruf, maka tak heran santri kempek dulu hanya untuk me-ngaji surat
Al-Fatihah hingga bertahun-tahun karena surat Al-Fatihah adalah rukun dari
sholat. Ketika fatihahnya saja tidak benar, apakah sholat kita layak di
serahkan kepada Sang Pencipta?.
Kadang saya berfikir sungguh indahnya menjadi santri kempek,
hanya untuk belajar tempat keluarnya huruf saja tak sengaja menyatu dengan
percakapan sehari-hari.
Ucapan seperti “ashli faqe shod” atau “yaqin?” dengan
makhroj yang perfect sudah sangat lumrah digengar, karena untuk melatih
lidah agar mampu melafalkan setiap huruf dengan sempurna.
Lalu, kenapa di awal tulisan ini saya sebutkan bahwa Kempek
seperti sepeda tua?. Tentu saja, ketika ketika kita belajar sesuatu mulai dari
yang sulit, maka saat kita belajar suatu yang mudah akan sangat mudah sekali
bukan?
Ibaratkan ketika kita belajar makhroj huruf dengan mubalaghoh
(melebih-lebihkan) seperti mengucapkan huruf qof, huruf ‘ain, shod, dan
yang lainnya dengan sangat, mampu melatih lisan kita agar terbiasa melafalkan
dengan fasih. Saya teringat pesan beliau Romo K. Muhammad Nawawi :

”Mumpung sampean masih muda, membaca Qur’annya yang fasih. Nanti kalau kalian sudah tua, akan sulit sekali untuk melafalkan huruf-huruf Qur’an dengan benar karena gigi kalian nanti sudah tidak utuh lagi (faktor usia)”
Kalau dasarnya sudah kita dapat maka untuk belajar yang lain
tentu mudah bukan? Sepeda tua yang sudah sulit di kendarai saja sudah mahir,
kalau sepeda gunung keluaran terbaru jangan ditanya mudahnya.
Nada khas membaca Al-Qur’an Kempekan adalah wadah kita untuk
belajar, ketika sudah diluar maka terserah anda mau menggunakan nada kempekan
atau tidak karena dasarnya sudah di pegang. Namun, sebagai santri kempek juga
harus menguasai beberapa qiro’at dengan
suara yang indah. Karena hal tersebut akan memberi nilai lebih. Ungkap K.
Ni’amillah Aqil ketika kami bersilaturrohim Saat Hari Raya Idul Fitri tahun
1438 H.