Kempekan adalah cara atau lagu membaca al-Qur'an ala Pesantren Kempek. Cari ini merujuk pada tradisi belajar al-Quran yang berkembang di lingkungan Pesantren Kempek --salah satu pesantren tua di daerah Cirebon-- dan kemudian berpangaruh luas di kalangan masyatakat Cirebon dan sekitatnya. Seorang santri yang bacaan Al-Qurannya baik adalah mereka yang mampu membacanya dengan standar Kempek.
Ajang khatmil Quran di lingkungan pesantren Babakan mendemonstrasikan kuatnya tradisi kempekan. Penampilan para Santri Khatimin pada umumnya menggunakan langgam baca kempekan. Hal ini tidak lain karena metode belajar Al-Quran sehari-harinya memang menggunakan sistem kempekan. Terutama kalau belajar dengan KH Tamam Kamali.
Lagu kempekan tidak berirama seni sebagaimana layaknya lagu-lagu murattal. Hampir tidak ada olah vokal. Lagu Kempekan lebih menekankan pada tajwidul quran.
Sedikitnya ada tiga ciri kuat ngaji Kempekan. Pertama penekanan pada shifat dan makharijul huruf. Setiap huruf dalam bacaan Al-Quran harus keluar dari tempat keluarnya (makhraj). Begitupun setiap huruf tersebut harus disuarakan sesuai sifatnya.
Ada kehati-hatian tersendiri. Sebab, kesalahan dalam sifat dan makhraj bisa jadi berpengaruh fatal pada makna dan pesan ayat. Cara baca Kempekan makanya bisa dilihat dari pergerakan mulutnya yang selalu berubah-ubah ekstrim antar huruf. Kadang mulutnya monyong, kadang rongga mulutnya terbuka lebar, atau kadang kedua bibirnya tertutup rapat lama.
Kedua, penekanan pada hukum bacaan. Kapan dibaca idzhar, ikhfa, idgham, atau iqlab. Setiap pertemuan huruf khususnya dengan nun atau mim sukun memiliki konsekuensi cara baca yang berbeda. Ada yang dibaca teges, ada juga yang dibaca samar. Bahkan ada juga yang dikompensasikandengan bunyi mim. Termasuk dalam hukum bacaan ini adalah ketentuan panjang-pendek bacaan atau mad. Kapan huruf itu dibaca satu ketuk, dua ketuk, atau lebih dengan maksimal enam ketuk. Banyak hukum bacaan lainnya.
Dan ketiga, penekanan pada waqaf dan washal. Membaca al-Quran memerlukan pernafasan yang kuat. Dalam prakteknya ada saatnya berhenti dan ada saatnya berlanjut. Normalnya, setiap akhir ayat orang berhenti membaca. Ganti nafas. Begitupun selagi tidak ada tanda berhenti, orang tidak boleh ganti nafas. Inilah yang namanya waqaf (ganti nafas) atau washal (lanjut nafas). Ada kaedah tersendiri bagaimana waqaf dan washal itu. Nah dalam metode Kempekan, ketentuan waqaf dan washalnya memiliki kekhasan tersendiri.
Oleh Ali Mursyid Ridwan